Hidup adalah perjalanan yang penuh warna. Ada masa ketika kita berada di puncak keberhasilan, dan ada pula masa ketika kita harus menapaki jalan yang terasa berat. Dalam setiap fase kehidupan, ada satu hal yang menjadi kunci ketenangan hati dan keberkahan hidup, yaitu bersyukur.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim: 7)
Ayat ini adalah janji Allah yang pasti. Siapa yang mampu bersyukur, maka pintu nikmat akan semakin terbuka. Sebaliknya, mengeluh dan kufur nikmat hanya akan mengundang kesempitan hidup. Namun, bagaimana cara kita benar-benar bersyukur dalam setiap keadaan, baik senang maupun susah? Dan bagaimana falsafah Jawa dapat memperkaya makna syukur dalam kehidupan kita? Mari kita renungkan bersama.
Makna Syukur yang Sesungguhnya
Sering kali kita memahami syukur hanya sebatas ucapan “Alhamdulillah” di lisan. Padahal, syukur memiliki tiga dimensi yang saling melengkapi:
Syukur di hati
Menyadari dan meyakini bahwa semua yang kita miliki – kesehatan, keluarga, rezeki, bahkan udara yang kita hirup – semuanya adalah karunia Allah.-
Syukur dengan lisan
Mengucapkan pujian kepada Allah, tidak mengeluh, dan selalu menyebarkan kata-kata positif. -
Syukur dengan perbuatan
Menggunakan nikmat Allah sesuai dengan jalan yang diridhai-Nya. Jika kita diberi rezeki, gunakan untuk kebaikan. Jika diberi waktu, manfaatkan untuk amal shalih.
Ketiga hal ini harus berjalan beriringan. Syukur bukan hanya soal kata-kata, tetapi juga sikap hidup.
Filosofi Jawa: Nerimo Ing Pandum
Dalam budaya Jawa, kita mengenal konsep “nerimo ing pandum”, yang berarti menerima bagian hidup kita dengan ikhlas. Falsafah ini mengajarkan kita untuk tidak serakah dan tidak iri terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Orang Jawa percaya bahwa hidup akan tentram jika kita nrima. Bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi menyadari bahwa setelah ikhtiar, ada garis takdir yang harus kita hormati. Inilah harmoni antara usaha dan tawakal.
Ungkapan “urip iku sawang-sinawang” – hidup itu saling memandang – mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki beban dan nikmat masing-masing. Orang kaya mungkin iri melihat ketenangan orang sederhana, sementara orang sederhana ingin merasakan kemewahan orang kaya. Padahal, jika kita mau bersyukur, kita akan sadar bahwa kebahagiaan sejati bukan pada banyaknya harta, tetapi pada kelapangan hati.
Mengapa Bersyukur Menambah Nikmat?
Secara spiritual, ketika kita bersyukur, kita sedang mengakui kebesaran Allah dan melepaskan diri dari rasa kurang. Energi positif dari syukur ini akan menarik kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam istilah Jawa, “sopo sing eling lan waspada, uripe bakal berkah” – siapa yang selalu ingat dan waspada, hidupnya akan diberkahi.
Secara psikologis, orang yang bersyukur akan lebih tenang, lebih bahagia, dan lebih sehat. Ketika hati tenang, pikiran jernih, maka keputusan hidup menjadi lebih bijak, dan rezeki pun lebih mudah datang.
Cara Melatih Syukur dalam Kehidupan Sehari-hari
Syukur bukan sekadar teori, tetapi harus dipraktikkan. Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan:
1. Awali Hari dengan Rasa Syukur
Bangun pagi, tarik napas dalam-dalam, dan katakan dalam hati:
"Alhamdulillah, aku masih diberi hidup hari ini."
Mulailah hari dengan kesadaran bahwa hidup adalah anugerah yang tak ternilai.
2. Lihat Apa yang Ada, Bukan yang Tiada
Sering kali kita sibuk memikirkan apa yang belum kita miliki, sampai lupa mensyukuri yang sudah ada. Ingatlah, ada orang yang berdoa untuk hal yang kita anggap biasa.
3. Ubah Keluhan Menjadi Doa
Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, jangan mengeluh. Katakan:
"Ya Allah, ajarkan aku bersabar dan bersyukur dalam keadaan ini."
Keluhan tidak mengubah keadaan, tetapi doa membuka pintu pertolongan.
4. Berbagi Nikmat
Cara terbaik mensyukuri nikmat adalah dengan berbagi. Dalam Islam, sedekah adalah bentuk syukur yang luar biasa. Bagi budaya Jawa, berbagi membawa slamet atau keselamatan hidup.
5. Catat Nikmat Setiap Hari
Sediakan buku kecil, tulis tiga hal yang kamu syukuri setiap malam. Latihan sederhana ini akan membuat hatimu lebih lapang.
Kekuatan Syukur dalam Masa Sulit
Bersyukur saat bahagia itu mudah. Tetapi bersyukur saat tertimpa musibah, di situlah letak keimanan yang sesungguhnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya. Jika dia mendapat kesenangan, dia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika dia ditimpa kesulitan, dia bersabar, maka itu pun baik baginya.”
(HR. Muslim)
Dalam falsafah Jawa, ketika mengalami kesulitan, orang tua sering berkata:
“Gusti ora sare.”
Tuhan tidak pernah tidur. Setiap kesulitan pasti ada hikmahnya. Dengan bersyukur, kita tidak larut dalam kesedihan, tetapi melihat bahwa setiap cobaan adalah cara Tuhan mendidik kita menjadi lebih kuat.
Bersyukur Membuka Pintu Keajaiban
Bersyukur adalah kunci hidup yang tenang, hati yang lapang, dan rezeki yang berkah. Islam mengajarkan syukur sebagai jalan menuju nikmat yang berlipat. Falsafah Jawa mengajarkan nrimo sebagai sikap untuk menerima dengan ikhlas. Jika keduanya kita gabungkan, lahirlah kehidupan yang selaras: berusaha dengan sungguh-sungguh, menerima hasil dengan lapang dada, dan mensyukuri setiap detik kehidupan.
Mulailah dari sekarang. Lihat sekelilingmu. Apa yang bisa kamu syukuri hari ini? Nafasmu? Keluargamu? Makanan yang tersaji? Jangan tunggu punya segalanya untuk bersyukur, karena justru dengan bersyukur, kita akan merasakan bahwa kita sudah punya segalanya.
Alhamdulillah.
Hidup ini indah bagi mereka yang pandai bersyukur.
